Setiap pernikahan pasti memiliki masalah masing-masing. Ketika masalah tersebut tak kunjung terselesaikan, bisa berujung pada krisis. Berupa krisis ringan atau bahkan krisis berat yang berisiko pada perceraian.
Menurut William Doherty, PhD, psikolog dari University of Minnesota, AS seringkali pasangan suami istri yang mengalami krisis justru tak terlibat pertengkaran hebat. Isu ekonomi dan perselingkuhan yang sering dianggap jadi pemicu konflik besar juga tak selalu pencetus utama krisis rumah tangga.
Selama 35 tahun, Doherty membantu 60 pasangan menikah tiap tahunnya untuk melewati krisis. Ia pun menganalisis apa saja tanda-tanda ketika hubungan mulai masuk dalam fase krisis dan sangat mengkhawatirkan.
1. Melakukan banyak analisis biaya keuntungan
Mungkin ini pernah Anda alami. Dalam perjalanan pulang ke rumah dari kantor, banyak 'percakapan' di otak Anda. Seperti : "Aku membuat makan malam setiap malam", "Aku yang selalu minta maaf lebih dulu siapapun yang salah" atau "Aku yang menjaga anak-anak di akhir pekan, sementara dia menghabiskan waktu dengan teman-temannya".
Ada lagi percakapan lanjutan. Seperti: "Apa yang aku dapat?", "Tak pernah terlontar ucapan terimakasih", atau "Apalagi, pelukan hangat menjelang tidur".
Pemikiran yang dilakukan ini merupakan analisis biaya keuntungan, layaknya sebuah analisis bisnis perusahaan. Menurut Doherty ini semacam perhitungan 'akutansi alami'.
"Anda hidup dengan pasangan dan merasa terpisah dengan secara emosi. Waktu, energi dan emosi Anda bukan waktu energi dan emosinya. Ini seperti satu perusahaan yang terpecah, berbahaya" ujarnya, dikutip dari Oprah.com.
2. Menciptakan pernikahan imajiner
Pernikahan imajiner berbeda dengan membayangkan perselingkuhan. Misalnya, Anda duduk di meja melihat foto teman Anda di Facebook sedang berlibur dengan keluarganya di luar negeri. Lalu Anda membayangkan Anda dan pasangan seperti dalam foto tersebut.
Pikiran tersebut bisa melompat dengan "Jika saya menikah dengan dia, bisa saja...". Perbandingan lebih detail pun Anda lakukan. Menurut Doherty, ini tanda Anda kehilangan ketertarikan pada pasangan dan mulai mencari pria lain yang lebih menyenangkan.
3. Membuat "rumah kedua"
Pada banyak pernikahan, menurut Doherty, ada fase ketika istri berpikiran "suamiku tak bisa memenuhi semua kebutuhanku. Aku harus menerimanya dan mulai memenuhinya sendiri". Hal ini bisa jadi keputusan yang baik.
Anda bisa bergabung dengan komunitas yang sesuai dengan hobi serta memiliki teman baru. "Secara metafora, Anda membangun ruang sendiri dan mengisinya dengan hobi dan teman baru. Termasuk percakapan seru di dalamnya," kata Doherty.
Ketika semakin sibuk pada komunitas tersebut, Anda bukan hanya terlibat secara fisik tapi juga emosi. Kondisi ini membuat Anda membangun 'rumah' untuk kebutuhan emosi dan tak melibatkan pasangan.
Salah satu cara untuk membedakan antara memelihara kepentingan sendiri atau bergerak keluar dari pernikahan,menurut Doherty, adalah melihat bagaimana Anda bercerita tentang kegiatan Anda.
Jika Anda mengatakan, "Saya harus memperbaiki semuanya", maka Anda akan bercerita tentang apa yang sedang dialami pada orang lain. Tetapi jika Anda berkata, "Aku harus melakukan apa yang aku inginkan", maka Anda mencari sesuatu jauh lebih besar, dan lebih berbahaya bagi hubungan.
Menurut William Doherty, PhD, psikolog dari University of Minnesota, AS seringkali pasangan suami istri yang mengalami krisis justru tak terlibat pertengkaran hebat. Isu ekonomi dan perselingkuhan yang sering dianggap jadi pemicu konflik besar juga tak selalu pencetus utama krisis rumah tangga.
Selama 35 tahun, Doherty membantu 60 pasangan menikah tiap tahunnya untuk melewati krisis. Ia pun menganalisis apa saja tanda-tanda ketika hubungan mulai masuk dalam fase krisis dan sangat mengkhawatirkan.
1. Melakukan banyak analisis biaya keuntungan
Mungkin ini pernah Anda alami. Dalam perjalanan pulang ke rumah dari kantor, banyak 'percakapan' di otak Anda. Seperti : "Aku membuat makan malam setiap malam", "Aku yang selalu minta maaf lebih dulu siapapun yang salah" atau "Aku yang menjaga anak-anak di akhir pekan, sementara dia menghabiskan waktu dengan teman-temannya".
Ada lagi percakapan lanjutan. Seperti: "Apa yang aku dapat?", "Tak pernah terlontar ucapan terimakasih", atau "Apalagi, pelukan hangat menjelang tidur".
Pemikiran yang dilakukan ini merupakan analisis biaya keuntungan, layaknya sebuah analisis bisnis perusahaan. Menurut Doherty ini semacam perhitungan 'akutansi alami'.
"Anda hidup dengan pasangan dan merasa terpisah dengan secara emosi. Waktu, energi dan emosi Anda bukan waktu energi dan emosinya. Ini seperti satu perusahaan yang terpecah, berbahaya" ujarnya, dikutip dari Oprah.com.
2. Menciptakan pernikahan imajiner
Pernikahan imajiner berbeda dengan membayangkan perselingkuhan. Misalnya, Anda duduk di meja melihat foto teman Anda di Facebook sedang berlibur dengan keluarganya di luar negeri. Lalu Anda membayangkan Anda dan pasangan seperti dalam foto tersebut.
Pikiran tersebut bisa melompat dengan "Jika saya menikah dengan dia, bisa saja...". Perbandingan lebih detail pun Anda lakukan. Menurut Doherty, ini tanda Anda kehilangan ketertarikan pada pasangan dan mulai mencari pria lain yang lebih menyenangkan.
3. Membuat "rumah kedua"
Pada banyak pernikahan, menurut Doherty, ada fase ketika istri berpikiran "suamiku tak bisa memenuhi semua kebutuhanku. Aku harus menerimanya dan mulai memenuhinya sendiri". Hal ini bisa jadi keputusan yang baik.
Anda bisa bergabung dengan komunitas yang sesuai dengan hobi serta memiliki teman baru. "Secara metafora, Anda membangun ruang sendiri dan mengisinya dengan hobi dan teman baru. Termasuk percakapan seru di dalamnya," kata Doherty.
Ketika semakin sibuk pada komunitas tersebut, Anda bukan hanya terlibat secara fisik tapi juga emosi. Kondisi ini membuat Anda membangun 'rumah' untuk kebutuhan emosi dan tak melibatkan pasangan.
Salah satu cara untuk membedakan antara memelihara kepentingan sendiri atau bergerak keluar dari pernikahan,menurut Doherty, adalah melihat bagaimana Anda bercerita tentang kegiatan Anda.
Jika Anda mengatakan, "Saya harus memperbaiki semuanya", maka Anda akan bercerita tentang apa yang sedang dialami pada orang lain. Tetapi jika Anda berkata, "Aku harus melakukan apa yang aku inginkan", maka Anda mencari sesuatu jauh lebih besar, dan lebih berbahaya bagi hubungan.
0 Komentar untuk "7 Tanda Hubungan Asmara Dalam Krisis"